Menapaki Jejak Kecil Koesno  

author Robertus Riski

share news
share news

URL berhasil dicopy

share news
Bukan sekadar bangunan peninggalan masa lalu, tetapi saksi diam perjalanan seorang bocah bernama Koesno Sosrodihardjo, yang kelak dikenal dunia sebagai Ir. Soekarno. (Foto: Robertus Riski)
Bukan sekadar bangunan peninggalan masa lalu, tetapi saksi diam perjalanan seorang bocah bernama Koesno Sosrodihardjo, yang kelak dikenal dunia sebagai Ir. Soekarno. (Foto: Robertus Riski)

i

TUJUHPAGI - Kota Blitar memiliki pesonanya sendiri. Di jantung kota itu, berdiri sebuah rumah bergaya kolonial di Jalan Sultan Agung No. 59, Kecamatan Sananwetan — rumah tua yang menyimpan denyut sejarah bangsa. Bukan sekadar bangunan peninggalan masa lalu, tetapi saksi diam perjalanan seorang bocah bernama Koesno Sosrodihardjo, yang kelak dikenal dunia sebagai Ir. Soekarno, Sang Proklamator dan putra terbaik Indonesia.

Foto: Robertus RiskiFoto: Robertus Riski

Jejak Masa Kecil di Istana Gebang  

Kota Blitar, yang dijuluki Kota Patria, menyimpan kenangan masa kecil hingga remaja Soekarno. Di sinilah, di Istana Gebang, Soekarno tumbuh dalam asuhan kedua orang tuanya, Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai, bersama kakaknya, Soekarmini Wardoyo.  

Bangunan seluas dua hektar ini dulunya milik seorang pegawai Belanda bernama CH. Portier, dibangun pada tahun 1884 bersamaan dengan berdirinya Stasiun KA Blitar. Ketika Raden Soekemi dipindahkan ke Blitar sebagai penilik sekolah (mantri guru), keluarga kecil ini menempati rumah tersebut.  

“Dulu sebelum orang tua Bung Karno tinggal di sini, rumah ini milik portir Belanda. Setelah itu dibeli oleh ayah Bung Karno. Jadi ini bukan rumah Bung Karno, melainkan rumah orang tuanya,” tutur Agus Supriyono, staf Dinas Pariwisata yang telah 15 tahun menjadi pemandu wisata di Istana Gebang.  

Di ruang utama, beberapa kamar masih terjaga keasliannya. Salah satunya menjadi tempat Bung Karno beristirahat setiap kali pulang dari Jakarta selepas menempuh studi. Di ruangan itu, seolah waktu berhenti — menghadirkan bayangan seorang pemuda dengan semangat membara, yang kelak mengguncang dunia dengan pidato-pidatonya.  

Rumah yang Menjadi Saksi Perjalanan Bangsa  

Pada 7 Juni 2012, rumah bersejarah ini resmi diserahkan kepada Pemerintah Kota Blitar untuk dijadikan destinasi wisata sejarah dan edukasi kebangsaan. Sejak saat itu, Istana Gebang menjadi ruang belajar terbuka bagi masyarakat yang ingin memahami nilai-nilai perjuangan dan nasionalisme.  

“Saya merasa teredukasi melihat benda-benda peninggalan yang digunakan Bung Karno,” ungkap Dominikus Rico, pengunjung asal Surabaya.  

Di dalam rumah, foto-foto keluarga dan potret masa kecil Soekarno masih tersimpan rapi. Perabotan kayu seperti kursi, meja, dan meja makan tetap orisinal, memancarkan aroma masa lalu yang hangat. Lukisan-lukisan Bung Karno karya para seniman menghiasi dinding, seolah menjadi saksi bisu perjalanan hidup sang pemimpin bangsa.  

Foto: Robertus RiskiFoto: Robertus Riski

Di ruang belakang, terdapat meja makan panjang yang dahulu digunakan keluarga Soekarno bersantap bersama. Di tempat yang sama, pernah pula diadakan rapat anggota PETA di bawah pimpinan Sudanco Supriyadi — menandai babak penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Dapur dengan tungku kayu bakar dan kamar mandi asli masih terpelihara bentuknya, menghadirkan suasana rumah yang sederhana namun sarat makna.  

Sumur yang Tak Pernah Kering  

Salah satu bagian paling unik di Istana Gebang adalah sumur tua yang konon tidak pernah kering sejak tahun 1884.  

Foto: Robertus RiskiFoto: Robertus Riski

“Banyak pengunjung yang mencuci muka di sini. Mereka percaya airnya membawa keberkahan,” tambah Agus sambil tersenyum.  

Sumur itu menjadi simbol kehidupan — sebagaimana semangat Soekarno yang tak pernah padam meski zaman berganti.  

Mobil Antik dan Kenangan yang Hidup  

Menjelang akhir kunjungan, pengunjung akan disambut oleh mobil antik Mercedes Benz 190 buatan Jerman, yang pernah digunakan untuk menjemput Bung Karno pada tahun 1961. Koleksi benda-benda bersejarah ini seolah mengajak kita menelusuri kembali masa muda sang pemimpin yang dicintai rakyatnya.  

Foto: Robertus RiskiFoto: Robertus Riski

Di setiap sudut rumah, tersimpan cerita tentang cinta, perjuangan, dan pengabdian. Istana Gebang bukan sekadar museum; ia adalah ruang batin yang menghubungkan masa lalu dengan kesadaran kebangsaan hari ini.  

Menghidupkan Ekonomi dan Harapan  

Kehadiran Istana Gebang sebagai wisata sejarah juga membawa napas baru bagi masyarakat sekitar. Di sepanjang jalan menuju lokasi, para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjajakan beragam suvenir bergambar wajah Soekarno, makanan ringan, dan minuman khas Blitar.  

“Harapan saya, dengan adanya wisata edukasi ini, pendapatan masyarakat bisa meningkat,” ujar Karminatun, pedagang minuman di sekitar kawasan.  

Bagi warga Blitar, Istana Gebang bukan hanya peninggalan sejarah, tetapi juga sumber penghidupan dan kebanggaan.  

Foto: Robertus RiskiFoto: Robertus Riski

Menapaki setiap lorong Istana Gebang seperti menelusuri lembaran hidup bangsa sendiri. Di sinilah kita belajar bahwa sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan cermin untuk menatap masa depan.  

Seperti pesan abadi Bung Karno:  “Jas Merah — Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.”

Istana Gebang mengajarkan bahwa cinta tanah air tumbuh dari kesadaran akan akar sejarah. Dari rumah kecil di Blitar inilah, lahir seorang pemimpin besar yang mengajarkan bangsa ini arti keberanian, kebanggaan, dan kemanusiaan.  (RR)

---

Berita Terbaru

Golf Dunia di Dalam Ruangan Surabaya  

Golf Dunia di Dalam Ruangan Surabaya  

Jumat, 26 Sep 2025 12:16 WIB

Jumat, 26 Sep 2025 12:16 WIB

TUJUHPAGI -  Saya kira golf itu hanya bisa dimainkan di lapangan luas. Rumput hijau, angin sepoi, dan—tentu saja—matahari. Tapi kemarin saya salah. Ternyata gol…

Pelatihan Paralegal Jurnalis di Trawas: Bara Kecil yang Menjaga Kebebasan Pers

Pelatihan Paralegal Jurnalis di Trawas: Bara Kecil yang Menjaga Kebebasan Pers

Selasa, 23 Sep 2025 11:48 WIB

Selasa, 23 Sep 2025 11:48 WIB

TUJUHPAGI - 19 September 2025. Di Griya Resi Aloysii, Trawas, jurnalis belajar jadi paralegal. Dari ancaman doxing hingga kriminalisasi, bara kecil solidaritas …

Romo Lugano: Datang Sebagai Pastor, Hidup Sebagai Nelayan, Dikenang Sebagai Pahlawan.

Romo Lugano: Datang Sebagai Pastor, Hidup Sebagai Nelayan, Dikenang Sebagai Pahlawan.

Senin, 15 Sep 2025 18:37 WIB

Senin, 15 Sep 2025 18:37 WIB

TUJUHPAGI - Nama Romo Francesco Lugano bukan sekadar tercatat dalam buku sejarah kecil masyarakat pesisir Prigi. Ia melekat. Menjadi ingatan yang tidak pernah…

PHK Menghantam, Tembakau Kian Muram

PHK Menghantam, Tembakau Kian Muram

Rabu, 10 Sep 2025 08:15 WIB

Rabu, 10 Sep 2025 08:15 WIB

Ditulis oleh : Hananto Wibisono TUJUH PAGI - PHK menghantam, tembakau kian muram.Ribuan pekerja kehilangan penghidupan, sementara industri yang dulu berjaya…

 Ayah yang Kehilangan Alasannya Bangun Pagi  

 Ayah yang Kehilangan Alasannya Bangun Pagi  

Selasa, 09 Sep 2025 18:43 WIB

Selasa, 09 Sep 2025 18:43 WIB

TUJUH PAGI – Di balik berita dingin tentang mutilasi sadis Tiara Angelina Saraswati, ada satu wajah yang hancur: Setiawan Darmadi.   Bagi dunia, Tiara ha…

Latihan yang Tidak Pernah Usai

Latihan yang Tidak Pernah Usai

Selasa, 09 Sep 2025 18:21 WIB

Selasa, 09 Sep 2025 18:21 WIB

Latihan Tak Pernah Usai: Brigif 2 Marinir Puslatpurmar 4 Purboyo Siap Hadapi Ancaman…