Nestapa Kali Surabaya, Ruang Hidup yang Terlilit Mikroplastik

author Robertus Riski

share news
share news

URL berhasil dicopy

share news
Empat cano kecil para pegiat lingkungam berteriak tanpa suara. Sungai sedang sakit. Ecoton turun ke Kali Mas, menuntut hak-hak sungai Brantas untuk kembali hidup. (Sumber Foto: Robertus RIski)
Empat cano kecil para pegiat lingkungam berteriak tanpa suara. Sungai sedang sakit. Ecoton turun ke Kali Mas, menuntut hak-hak sungai Brantas untuk kembali hidup. (Sumber Foto: Robertus RIski)

i

 

TUJUHPAGI - Membayangkan, sungai itu dulu hidup. Airnya jernih, arusnya tenang, dan di tepinya orang menjemur pakaian sambil bercakap-cakap. Tapi kini, Kali Surabaya seperti kehilangan napas. Airnya keruh, baunya amis, dan di permukaannya mengambang potongan plastik. 

Layaknya manusia, sungai pun berhak hidup. Ia memberi kehidupan bagi jutaan warga Surabaya. Dari hulu hingga hilir, ia adalah nadi kota. Tapi nadi itu kini tersumbat oleh limbah industri dan sampah rumah tangga. 

Kali Brantas dan Kali Mas yang tercemar kini membawa dampak serius bagi ekosistem.Banyak ikan ditemukan mabuk akibat paparan cairan kimia dan tumpukan sampah plastik yang menyesaki aliran sungai. Melihat kondisi itu, pegiat lingkungan dari Ecoton berupaya menggugah kesadaran pemerintah untuk kembali merawat sungai.

“Kami mengingatkan pemerintah untuk mengembalikan hak sungai, dan menggugah kesadaran masyarakat agar lebih peduli,” ujarnya dengan nada lelah tapi tak menyerah.

Senin pagi (3/11/2025), Prigi dan kawan-kawan Ecoton turun langsung ke Kali Mas di kawasan Ketabang Kali. Mereka membawa kano, membentangkan poster, dan menyusuri air yang berwarna kecokelatan. Aksi itu bukan sekadar simbol, tapi bentuk keprihatinan yang dalam terhadap pemerintah yang, menurut mereka, mulai abai pada sungai. 

Empat pegiat lingkungan dari Ecoton beraksi di tepi Kali Mas, Surabaya, Senin (3/11/2025). Meski hanya berempat, mereka lantang menuntut pemerintah mengembalikan hak-hak sungai Brantas yang tercemar limbah industri dan mikroplastik. (Robertus Riski)Empat pegiat lingkungan dari Ecoton beraksi di tepi Kali Mas, Surabaya, Senin (3/11/2025). Meski hanya berempat, mereka lantang menuntut pemerintah mengembalikan hak-hak sungai Brantas yang tercemar limbah industri dan mikroplastik. (Robertus Riski)

“Setiap musim hujan, polanya selalu sama,” kata Prigi. “Industri memanfaatkan derasnya arus untuk membuang limbah tanpa pengolahan. Padahal Mahkamah Agung sudah memutus: pemerintah wajib menindak pencemar Kali Surabaya.”

Air yang berbau amis dan berwarna pekat menjadi bukti bahwa kandungan bahan organik dan kimia berbahaya meningkat tajam. Ecoton menuntut Gubernur Jawa Timur dan Dinas Lingkungan Hidup di provinsi maupun kota untuk memperketat pengawasan industri di sepanjang DAS Brantas dan Kali Mas.

“Kami tidak ingin sungai hanya diurus saat lomba kebersihan atau Hari Air. Sungai adalah sumber kehidupan. Ia bagian dari hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang sehat,” tegas Prigi. (RR)

Kali Surabaya kini seperti tubuh yang menanggung terlalu banyak racun. Mikroplastik sudah merayap ke mana-mana — ke air, ke ikan, bahkan mungkin ke tubuh manusia. 

Aksi Ecoton hari itu bukan sekadar protes; itu adalah panggilan nurani.  Peringatan bahwa jika sungai mati, maka kota pun perlahan ikut sekarat. 

 

 

Tag :

Berita Terbaru

Ketika Warna dan Tawa Jadi Bahasa Baru untuk Menjaga Kesehatan Mental Anak

Ketika Warna dan Tawa Jadi Bahasa Baru untuk Menjaga Kesehatan Mental Anak

Sabtu, 01 Nov 2025 11:05 WIB

Sabtu, 01 Nov 2025 11:05 WIB

TUJUHPAGI — Di tengah riuh tawa anak-anak yang bermain warna, Fakultas Psikologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) punya cara sendiri merayakan Hari K…

Jalan Panjang Mencari Keadilan

Jalan Panjang Mencari Keadilan

Rabu, 29 Okt 2025 08:53 WIB

Rabu, 29 Okt 2025 08:53 WIB

TUJUHPAGI - “Kebebasan pers adalah kedaulatan rakyat.”  Kalimat itu bukan sekadar hiasan dalam undang-undang. Ia adalah janji negara. Tapi seperti banyak janji …

Lantunan Kesunyian: Menemukan Diri di Tengah Riuh Panggung

Lantunan Kesunyian: Menemukan Diri di Tengah Riuh Panggung

Selasa, 28 Okt 2025 10:03 WIB

Selasa, 28 Okt 2025 10:03 WIB

TUJUHPAGI - Ada yang sunyi di Gedung Cak Durasim malam itu. Tapi kesunyian itu bukan hampa. Ia berdenyut. Ia hidup. Dari gelap panggung, muncul suara dzikir – l…

Perempuan yang Menjahit Cahaya: Kisah Dini Arianti, Penjahit Baju Anabul dari Surabaya

Perempuan yang Menjahit Cahaya: Kisah Dini Arianti, Penjahit Baju Anabul dari Surabaya

Selasa, 21 Okt 2025 07:00 WIB

Selasa, 21 Okt 2025 07:00 WIB

Kisah perempuan Surabaya yang menjahit bukan hanya kain, tapi juga kebahagiaan kecil bagi makhluk berbulu.…

Ageno dan Bahasa yang Akhirnya Menemukan Suaranya

Ageno dan Bahasa yang Akhirnya Menemukan Suaranya

Minggu, 19 Okt 2025 12:00 WIB

Minggu, 19 Okt 2025 12:00 WIB

TUJUHPAGI - Malang Autism Center (MAC), memiliki sebuah ruang terapi bernuansa lembut. Di sana, seorang anak bernama Ageno belajar berbicara. Bukan sekadar…

Menapaki Jejak Kecil Koesno  

Menapaki Jejak Kecil Koesno  

Sabtu, 11 Okt 2025 12:43 WIB

Sabtu, 11 Okt 2025 12:43 WIB

TUJUHPAGI - Kota Blitar memiliki pesonanya sendiri. Di jantung kota itu, berdiri sebuah rumah bergaya kolonial di Jalan Sultan Agung No. 59, Kecamatan…