Lantunan Kesunyian: Menemukan Diri di Tengah Riuh Panggung

author Robertus Riski

share news
share news

URL berhasil dicopy

share news
Di atas tubuh-tubuh yang menyangga, seorang manusia berdiri — bukan untuk berkuasa, tapi untuk mencari makna. Dalam gelap panggung, cahaya teater menuntun jiwa kembali pada dirinya sendiri. (Istimewa)
Di atas tubuh-tubuh yang menyangga, seorang manusia berdiri — bukan untuk berkuasa, tapi untuk mencari makna. Dalam gelap panggung, cahaya teater menuntun jiwa kembali pada dirinya sendiri. (Istimewa)

i

TUJUHPAGI - Ada yang sunyi di Gedung Cak Durasim malam itu. Tapi kesunyian itu bukan hampa. Ia berdenyut. Ia hidup. Dari gelap panggung, muncul suara dzikir – lirih, tapi dalam. Lalu tubuh-tubuh mulai bergerak. Pelan. Pasti. Seolah sedang menuntun jiwa yang hilang untuk pulang.  

Di ruang itulah, api kecil dalam diri manusia menyala. Api seni. Api rasa. Api yang menolak padam. Parade Teater di Taman Budaya Provinsi Jawa Timur, Jalan Genteng Kali 85, Surabaya, menjadi wadah bagi jiwa-jiwa yang menolak diam. Mereka menari, berteriak, berzikir – semua dalam satu bahasa: teater.  

Komunitas Kotaseger Indonesia tampil dengan lakon “Angon Angin”. Dari diam mereka memulai. Dari gelap mereka lahirkan cahaya. Seorang aktor muncul, terjerat jala ikan. Namanya Darim. Ia bukan sekadar tokoh. Ia cermin. Ia manusia yang kehilangan dirinya di tengah riuh dunia.  

Tubuh-tubuh di atas panggung berbicara lebih lantang dari kata. Setiap gerak adalah doa, setiap diam adalah tanya. Penonton tak hanya menonton – mereka diajak merenung.  

“Lakon Kocak Kacik karya Arifin C. Noer kami baca ulang,” ujar sang sutradara, Ali Khumain, seusai pementasan. “Kami tidak sekadar meniru bentuknya. Kami menelusuri jiwanya. Kami olah tubuh, rasa, dan nalar agar karya ini bisa hidup dalam konteks kami hari ini.”  

Ali dan timnya tidak berhenti di adaptasi. Mereka menanamkan kearifan lokal, menautkan akar budaya tempat mereka berpijak. Hasilnya: teater yang bukan hanya tontonan, tapi juga tatanan dan tuntunan.  

Menurut Luhur Kayungga, Presidium Dewan Kesenian Jawa Timur sekaligus kurator Parade Teater Jatim 2025, pilihan terhadap Kotaseger bukan tanpa alasan.  

“Dari enam kelompok yang lolos kurasi, hanya Kotaseger yang berani menempuh jalan berbeda,” katanya. “Mereka tidak hanya mengadaptasi bentuk, tapi juga menafsir ulang nalar dan nilai-nilai Arifin C. Noer dengan lokalitas mereka sendiri.”  

Parade Teater Jawa Timur tahun ini digelar pada 24–25 Oktober 2025 dengan tema "Membaca Arifin C. Noer dalam Platform Teater Jawa Timur.” Tema yang bukan sekadar penghormatan, tapi juga ajakan: membaca kembali, menafsir ulang, dan menemukan diri di antara karya-karya besar.  

Di akhir pementasan, Darim – tokoh yang terjerat jala – akhirnya melepaskan diri. Tapi bukan karena jala itu hilang. Karena ia sudah berdamai dengan dirinya sendiri.  

Begitulah teater. Ia bukan sekadar hiburan. Ia perjalanan jiwa. Kadang sunyi, kadang gaduh. Tapi selalu mengarah ke satu titik: pulang ke diri sendiri.  

Dan malam itu, di Gedung Cak Durasim, kesunyian benar-benar bersuara.

Berita Terbaru

Perempuan yang Menjahit Cahaya: Kisah Dini Arianti, Penjahit Baju Anabul dari Surabaya

Perempuan yang Menjahit Cahaya: Kisah Dini Arianti, Penjahit Baju Anabul dari Surabaya

Selasa, 21 Okt 2025 07:00 WIB

Selasa, 21 Okt 2025 07:00 WIB

Kisah perempuan Surabaya yang menjahit bukan hanya kain, tapi juga kebahagiaan kecil bagi makhluk berbulu.…

Ageno dan Bahasa yang Akhirnya Menemukan Suaranya

Ageno dan Bahasa yang Akhirnya Menemukan Suaranya

Minggu, 19 Okt 2025 12:00 WIB

Minggu, 19 Okt 2025 12:00 WIB

TUJUHPAGI - Malang Autism Center (MAC), memiliki sebuah ruang terapi bernuansa lembut. Di sana, seorang anak bernama Ageno belajar berbicara. Bukan sekadar…

Menapaki Jejak Kecil Koesno  

Menapaki Jejak Kecil Koesno  

Sabtu, 11 Okt 2025 12:43 WIB

Sabtu, 11 Okt 2025 12:43 WIB

TUJUHPAGI - Kota Blitar memiliki pesonanya sendiri. Di jantung kota itu, berdiri sebuah rumah bergaya kolonial di Jalan Sultan Agung No. 59, Kecamatan…

Golf Dunia di Dalam Ruangan Surabaya  

Golf Dunia di Dalam Ruangan Surabaya  

Jumat, 26 Sep 2025 12:16 WIB

Jumat, 26 Sep 2025 12:16 WIB

TUJUHPAGI -  Saya kira golf itu hanya bisa dimainkan di lapangan luas. Rumput hijau, angin sepoi, dan—tentu saja—matahari. Tapi kemarin saya salah. Ternyata gol…

Pelatihan Paralegal Jurnalis di Trawas: Bara Kecil yang Menjaga Kebebasan Pers

Pelatihan Paralegal Jurnalis di Trawas: Bara Kecil yang Menjaga Kebebasan Pers

Selasa, 23 Sep 2025 11:48 WIB

Selasa, 23 Sep 2025 11:48 WIB

TUJUHPAGI - 19 September 2025. Di Griya Resi Aloysii, Trawas, jurnalis belajar jadi paralegal. Dari ancaman doxing hingga kriminalisasi, bara kecil solidaritas …

Romo Lugano: Datang Sebagai Pastor, Hidup Sebagai Nelayan, Dikenang Sebagai Pahlawan.

Romo Lugano: Datang Sebagai Pastor, Hidup Sebagai Nelayan, Dikenang Sebagai Pahlawan.

Senin, 15 Sep 2025 18:37 WIB

Senin, 15 Sep 2025 18:37 WIB

TUJUHPAGI - Nama Romo Francesco Lugano bukan sekadar tercatat dalam buku sejarah kecil masyarakat pesisir Prigi. Ia melekat. Menjadi ingatan yang tidak pernah…