Ditulis oleh : Je Perdana
TUJUHPAGI- Mantan dalam penjelasan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kata sifat yang bermakna bekas pemangku jabatan (kedudukan).
Dulu, kata ini merujuk pada pejabat yang lengser dari kedudukannya. Misalnya mantan presiden, mantan perdana menteri, atau mantan bupati.
Sekarang, “mantan” merujuk pada orang yang membuatmu menangis karena kenangan manis atau pahit, dalam kisah percintaanmu yang gagal.
Dia meninggalkan kenangan tentang caranya memotong kuku yang unik. Dia pernah memperlakukan kukumu dengan cara itu.
Dia gigit ujung salah satu kukumu, kemudian merobeknya perlahan-lahan. “Gimana, lebih gampang, kan? Aku suka. Rasanya enak. Enak, kan?”
Ekspresinya saat itu, bagaimana bisa kamu membantahnya; senyumannya; aroma tubuhnya; detil wajahnya yang tersaput temaram rembulan; membuatmu semakin sulit move on, sekarang.
Kecerdikannya. Kau tak akan melupakan caranya mencuci tangan, usai makan nasi sambal bersamamu. “Pakai tissue-nya, biar minyaknya hilang. Terus, bilas pakai air kobokan,” katanya. Sampai sekarang, cara itu masih kamu gunakan saat makan nasi sambal sendirian.
Dia juga meninggalkan jejak pada hal-hal yang kamu sukai. Naik skuter butut kesayanganmu, kamu pernah mengarungi tempat-tempat romantis bersamanya.
Maka setiap kali kamu bepergian dengan skutermu, kamu merasa dia sedang membonceng di belakangmu. Memelukmu mesra, seolah tak akan melepaskanmu lagi. Sampai akhirnya kamu sadari, hanya ada dirimu seorang di atas skutermu.
Semoga saja, memang kenangan yang membuatmu merasa demikian. Karena bisa saja yang sedang kamu bonceng nonik-nonik yang sering berkeliaran di makam Belanda.
Pada dasarnya, kenangan manis yang berakhir pahit, menurut para peneliti, lebih susah terlupakan daripada kenangan pahit yang berakhir manis.
Kedudukan mantan, saat kamu mengenangnya, tak akan tergantikan oleh orang lain. Padahal, seperti yang kukatakan, mantan merujuk pada seseorang yang telah lengser dari jabatan.
Gagal move on, berarti, kamu telah memberikan jabatan baru kepada “mantan”. Kamu berikan kedudukan kepadanya sebagai penguasa kenangan.
Setiap kali kumpulan kenangan itu menyeruak, kamu relakan dirimu pasrah di bawah kontrol kekuasaannya. Tak berkutik. Tak berdaya. Tenggelam dalam penyesalan.
“Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” Rintihmu di malam-malam hening tanpa teman. Saat terngiang dia yang pernah rela meneleponmu, untuk menemani waktu insomniamu.
Lihatlah sisi baik dari kondisimu sekarang. Di malam-malam seperti itu, kalau bukan dia, kamu yang akan meneleponnya. Sekarang, kamu tak perlu meneleponnya. Sehingga awet pulsamu.
Aku tahu, ini bukan soal pulsa. Tapi kalau kamu tetap tenggelam dalam penyesalan, seumur hidup kamu akan seperti itu. Sesuatu yang pahit, sesuatu yang sakit, harus dialami agar seseorang tahu merasakan manis dan mengenali bahagia.
Kamu harus mengambil hikmah. Lengserkan dia dari jabatan “mantan”. Jangan biarkan dia menjadi penguasa kenangan. Bukalah ruang kenangan baru, agar orang lain bisa masuk ke dalamnya.
Aku tak akan mengatakan, bahwa kamu akan segera melupakannya. Sampai kini, aku pun sulit melupakanmu, kalau saja aku tidak mendepakmu dari kedudukan sebagai mantan terindah dalam hidupku.
Lengserkan dia dari jabatan yang kamu berikan, supaya kamu move on. Siapa tahu, aku bisa kembali mendapat ruang di hatimu.
* Je adalah pembaca tujuhpagi.co
Editor : Ardhia Tap