40 Tahun Memanjat Langit: Sukito dan Warisan Siwalan Kiring

author Ardhia

share news
share news

URL berhasil dicopy

share news
Sukito memanjat pohon siwalan. (Foto: Julian)
Sukito memanjat pohon siwalan. (Foto: Julian)

i

Tujuhpagi.com -  Jam tiga sore, bayangan pohon-pohon siwalan memanjang di tanah kering Desa Kiring. Angin sore bertiup malas, membawa aroma tanah dan getah. Di sela-sela itu, tampak satu sosok perlahan menaiki batang pohon siwalan yang menjulang 20 meteran ke langit pohon Bogor, begitu orang sini menyebutnya. Dia Sukito, 52 tahun, pewaris tradisi tua yang kian langka.

Peralatan Tradisional Sukito

Tangan tuanya masih cekatan mengikatkan stir, tangga dari kayu serut atau kayu asem, ke batang pohon. Sebilah golok terselip di pinggang, satu tabung bambu dan satu tabung paralon untuk menampung tuak tergantung di pundaknya. Di sakunya ada sebotol kecil berisi obat tawon jaga-jaga kalau disengat serangga liar yang kerap bersarang di sela pelepah.

"Sejak SD saya sudah ikut bapak naik pohon," kata Sukito, tersenyum kecil. "Sekarang, sudah 40 tahun lebih saya menggantikan beliau."

Sebilah golok terselip di pinggang, satu tabung bambu dan satu tabung paralon untuk menampung tuak menggantung di pundaknya. (Foto: Julian)

Menjaga Tradisi di Tengah Modernisasi

Di desa ini, tidak ada lagi anak muda yang mau melanjutkan. Semua lebih memilih kerja di pabrik, di kota, atau merantau. Tradisi memanjat pohon siwalan pekerjaan berat, berisiko, tapi sarat makna perlahan sepi peminat. Sukito sadar, mungkin dialah penjaga terakhir.

"Anak-anak sekarang takut," katanya, sambil mengencangkan ikatan stir. "Takut jatuh, takut capek."

Proses pembuatan tuak tradisional, Sukito memanjat pohon siwalan. (Foto: Julian)

Proses Pembuatan Tuak Tradisional

Padahal, bagi Sukito, pohon-pohon siwalan itu bukan cuma sumber rezeki. Ada hubungan batin di sana. Setiap sore, ia membawa bekal sederhana: golok, obat tawon, stir, dan tabung bambu atau paralon. Dari ketinggian itu, ia menebas bunga siwalan, menampung cairan manis yang nantinya menjadi tuak.

Tuak ini istimewa. Jika ingin rasa lebih kuat dan awet, Sukito menambahkan kulit juwet buah hitam keunguan khas tanah Tuban. Kalau tidak, hasilnya hanya legen biasa, minuman manis segar yang cepat rusak kalau tidak segera diminum.

"Campuran kulit juwet itu rahasia orang tua dulu," katanya bangga. "Biar tuaknya lebih kuat."

Sukito tahu, pekerjaannya mungkin akan berakhir bersamaan dengan usianya. Meski demikian, setiap jam tiga sore, selama ia masih bisa menggenggam stir dan mengayunkan tubuh di batang siwalan, tradisi itu tetap hidup.

Di atas sana, 20 meter di atas tanah, Sukito bukan hanya memanen tuak. Ia sedang menyulam sisa-sisa waktu untuk sebuah warisan yang tak tertulis kisah ketekunan, keberanian, dan kesetiaan pada tanah leluhur. (RD)

Berita Terbaru

Setan di Tengah Kota

Setan di Tengah Kota

Sabtu, 26 Jul 2025 07:51 WIB

Sabtu, 26 Jul 2025 07:51 WIB

TUJUHPAGI - Saya masuk. Bersama tujuh orang lain. Satu pura-pura berani. Satu lagi benar-benar penakut. Sisanya? Tidak jelas. Mungkin hanya ikut-ikutan. Atau,…

Kelas Menengah Kian Menyusut, Kesejahteraan Bangsa Ikut Surut

Kelas Menengah Kian Menyusut, Kesejahteraan Bangsa Ikut Surut

Jumat, 25 Jul 2025 22:34 WIB

Jumat, 25 Jul 2025 22:34 WIB

TUJUHPAGI - Kelas menengah Indonesia sedang turun gunung. Bukan, bukan turun untuk piknik. Tapi benar-benar turun kelas. Data BPS terbaru: jumlah kelas…

Benowo Mengeluh, Udara Tak Lagi Utuh

Benowo Mengeluh, Udara Tak Lagi Utuh

Jumat, 25 Jul 2025 06:24 WIB

Jumat, 25 Jul 2025 06:24 WIB

TUJUHPAGI - Benowo, Surabaya. Di sini, listrik menyala dari sampah. Tapi, di balik gemerlap lampu-lampu itu, ada nafas yang tersengal. Saya ingat, di masa…

Rojali: Harapan Rekreasi di Tengah Lesunya Transaksi

Rojali: Harapan Rekreasi di Tengah Lesunya Transaksi

Kamis, 24 Jul 2025 21:47 WIB

Kamis, 24 Jul 2025 21:47 WIB

TUJUHPAGI - Fenomena mal yang ramai pengunjung namun tenan sepi pembeli kini menjadi pemandangan lumrah di banyak kota besar. Di dalam toko dan tenan, para…

Suara Anak Kampung dari Gang-Gang Surabaya: Saatnya Berani Berkarya, Berani Bersuara, Perjuangkan Asa

Suara Anak Kampung dari Gang-Gang Surabaya: Saatnya Berani Berkarya, Berani Bersuara, Perjuangkan Asa

Rabu, 23 Jul 2025 19:07 WIB

Rabu, 23 Jul 2025 19:07 WIB

TUJUHPAGI - Hari itu, Minggu pagi, Surabaya belum sepenuhnya bangun. Tapi di sudut-sudut kampung, di gang-gang sempit yang kadang luput dari peta pembangunan, …

Raih Mimpi Setinggi Langit, Ciptakan Asa: Anak-anak Sanggar Merah Merdeka

Raih Mimpi Setinggi Langit, Ciptakan Asa: Anak-anak Sanggar Merah Merdeka

Minggu, 20 Jul 2025 03:38 WIB

Minggu, 20 Jul 2025 03:38 WIB

Tujuhpagi.com- Saya ingat satu kalimat dari Ki Hajar Dewantara. Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun…