TUJUHPAGI - Kelas menengah Indonesia sedang turun gunung. Bukan, bukan turun untuk piknik. Tapi benar-benar turun kelas. Data BPS terbaru: jumlah kelas menengah yang dulu 57 juta lebih di tahun 2019, sekarang tinggal 47 juta di 2024. Hampir 10 juta orang “turun pangkat”. Mereka yang tadinya bisa beli kopi di kafe, sekarang harus hitung-hitung beli kopi sachet di warung.
Pandemi? Tentu saja. Virus itu bukan cuma bikin orang batuk, tapi juga bikin dompet banyak orang megap-megap. Banyak yang kehilangan pekerjaan, banyak pula yang gajinya dipotong. Yang tadinya masuk kelas menengah, sekarang harus rela bergeser ke barisan “menuju kelas menengah”. Barisan ini makin panjang. Tapi tetap saja, mereka ini masih di pinggir jurang kemiskinan.
BPS punya standar sendiri. Kelas menengah itu yang pengeluarannya 3,5 sampai 17 kali garis kemiskinan. Di bawah itu, masuk kategori “menuju kelas menengah”. Di atas itu, ya, selamat datang di klub sultan.
Turunnya kelas menengah ini bukan sekadar angka. Konsumsi rumah tangga, yang jadi penopang utama ekonomi Indonesia, ikut melorot. Daya beli melemah. Ekonomi nasional pun bisa ikut-ikutan lesu.
Pemerintah? Tentu harus kerja keras. Bukan cuma bagi-bagi bansos, tapi juga membuka lapangan kerja baru, memperkuat jaring pengaman sosial, dan memastikan ekonomi tumbuh lebih merata. Kalau tidak, kelas menengah bisa makin tipis—dan itu bahaya.
Guru besar ekonomi Unair, Prof. Rahma Gafmi, bilang kelas menengah sekarang tinggal 17 persen populasi, sekitar 46 juta orang. Tabungan kelas menengah juga susut. Tahun 2018, ada 3,8 juta orang yang rajin menabung. Sekarang? Tinggal 1,8 juta. Konsumsi kelas menengah terhadap PDB juga turun: dari 41,9 persen jadi 36,8 persen.
"Karena juga adanya degradasi masyarakat kelas menengah juga. Jadi saya lihat memang kalau dari jumlah kelas menengah Indonesia saat ini menyusut. Menjadi 17,13 persen sekitar 46.25 juta penduduk. Kelas menengah ini sebenarnya adalah pendorong utama pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia. Karena ini adanya satu penurunan maka kita melihat penurunan rata rata saldo tabungan kelas menengah itu juga terjadi signifikan. Yang tadinya di 2018 ada 3,8 juta tabungan atau orang yang menabung sekarang turun hanya 1,8 juta pada April 2024 kemarin," terang Rahma.
Kelas menengah Indonesia, yang dulu jadi tulang punggung ekonomi, kini sedang diuji. Apakah mereka bisa naik kelas lagi? Atau justru makin banyak yang turun ke bawah? Semoga ada kabar berikutnya.
Editor : Ardhia