TUJUHPAGI - Surabaya sore itu tidak terlalu ramai. Tapi dari sebuah warung kopi di tepi kali, terdengar denting gitar dan tepuk tangan kecil. Bukan konser besar. Tak ada panggung megah. Hanya beberapa musisi lokal, beberapa jurnalis, dan segelas kopi yang mulai dingin. Tapi dari tempat sederhana itu, lahir sesuatu yang hangat: solidaritas.
Komunitas Jurnalis Pinggir Kali Surabaya malam itu menggelar open donasi untuk korban banjir di Sumatra. Bukan lewat pidato, bukan lewat spanduk, tapi lewat musik, puisi dan nyanyian.
“Kalau bicara soal empati, kadang musik lebih cepat sampai ke hati,” kata Rahmat Hidayat, koordinator lapangan komunitas itu.
Mereka tidak sedang berteori. Para jurnalis ini sedang mempraktikkan sesuatu yang jarang dilakukan: mengajak orang peduli dengan cara yang menyenangkan.
Sumber foto : Robertus Riski
“Kami ingin masyarakat membantu korban banjir dengan cara yang sederhana dan dekat, sambil dihibur dengan musik,” ujarnya.
Di sela lagu-lagu yang dimainkan, panitia menaruh kotak kecil di depan panggung. Kotak itu pelan-pelan terisi. Bukan hanya uang, tapi juga catatan kecil dari pengunjung: doa, harapan, dan janji untuk ikut turun tangan.
Di sisi lain, Mimied, Ketua U Save Children (USC), mencatat daftar kebutuhan yang akan dikirim ke Aceh Tamiang dan Sibolga.
“Kami membawa bantuan yang benar-benar dibutuhkan. Air bersih, susu, biskuit, makanan sehat untuk balita, juga kebutuhan lansia,” katanya.
Ia tahu, pemulihan pascabanjir bukan perkara sehari dua hari. Karena itu, setiap sumbangan kecil berarti. Setiap lagu yang dimainkan malam itu adalah pesan: bahwa kepedulian tidak harus menunggu besar, asal tulus.
Kolaborasi ini tidak berdiri sendiri. Ada komunitas Darah untuk Aceh yang sejak awal mendampingi warga terdampak, dan Blood For Life Surabaya yang memperkuat jejaring relawan. Mereka semua bekerja diam-diam, tapi nyata.
Musik berhenti sekitar pukul sepuluh malam. Tapi gema solidaritas itu masih terasa.
Sumber foto : Robertus Riski
Di meja panjang, tersisa beberapa gelas kopi, selembar daftar donatur, dan rasa lega. Karena dari pinggir kali di Surabaya, ada arus kecil yang mengalir jauh — menuju Sumatra, membawa harapan.
Editor : Ardhia Tap