Tujuhpagi - Desa Jurang Jeru di Dusun Wonosari, bagian dari kawasan Gunung Kidul yang dikenal juga sebagai Jogja Lantai Dua, menyimpan sejuta keindahan. Tempat ini bagaikan puisi alam yang menunggu untuk dibaca dan dipahami. Dalam desa ini, manusia dan alam hidup berdampingan dalam harmoni yang menawan, menyambut setiap tamu dengan kehangatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Untuk mencapai desa yang tersembunyi di kelokan pegunungan ini, perjalanan tidaklah mudah. Namun, pada Jumat siang yang cerah, Desa Jurang Jeru menyuguhkan wajah yang ramah dan menyenangkan. Matahari bersinar lembut, mengiringi langkah kami saat memasuki desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota besar.
Bersama anjing peliharaan mereka, Warga Desa Jurang Jeru di Dusun Wonosari, menyambut ramah kedatangan para pelancong. (Foto: Robertus Rizky)
Perjalanan saya disambut oleh hamparan sawah hijau yang memanjakan mata. Pohon-pohon tinggi berdiri anggun, mengapit rumah-rumah warga yang terpisah dengan jarak menyenangkan. Suara jangkrik dan kicauan burung membentuk paduan simfoni alam yang menambah kenyamanan suasana. Masyarakat di desa ini menjalani kehidupan sederhana, bergantung pada hutan dan ladang sekitar, menawarkan ketenangan yang kerap dirindukan mereka yang datang dari perkotaan.
Seorang warga memikul arang untuk dijual kepada pembeli. (Foto: Robertus Rizky)
Masyarakat di sini hidup dalam harmoni, bagai satu keluarga besar yang saling mendukung di bawah naungan langit biru. Kehidupan sehari-hari yang sederhana, bergantung pada hutan dan ladang sekitar, menyajikan ketenangan hidup pedesaan yang dirindukan.
Pelancong disambut bak bagian dari keluarga besar. Keramahan penduduk mencerminkan adat Jawa yang berpadu dengan keimanan Katolik. Di sini, selain keramahan sehari-hari, terdapat Taman Doa Gua Maria Wening Kalbu yang berdiri di ketinggian Gunung Gambar, tempat berziarah yang penuh makna.
Kehidupan Rohani di Tengah Alam
Pak Sukadi, yang akrab dipanggil Mbah Jenggot, mengisahkan perjalanan berdirinya Gua Maria Wening Kalbu. Gua yang mengharuskan pengunjung menapaki 251 anak tangga ini dulunya adalah tanah milik Pak Sukadi sebelum diserahkan kepada Gereja Paroki Santo Petrus dan Paulus.
"Peziarah luar kota sering datang ke sini dan banyak doa mereka yang dikabulkan," ungkapnya penuh keyakinan.
Taman Doa Gua Maria Wening Kalbu di Gunung Gambar.(Foto: Robertus Rizky)
Ziarah dan Harapan
Sebagai tempat berziarah, banyak warga lokal maupun luar kota yang singgah ke sini. Pemuda setempat, Patrick Cahyo Lumintu,
Patrick Cahyo Lumintu, seorang pemuda setempat, menjelaskan pentingnya tempat ini. "Nama Wening Kalbu berarti hati yang bersih. Ini adalah tempat untuk mencari ketenangan batin dan harapan baru," katanya.
Dinding gua yang seolah menjadi saksi bisu bagi lantunan doa menyimpan cerita harapan yang tulus. Dalam keheningan, Gua Maria menawarkan kesempatan untuk merenung dan pulih dari kelelahan batin.
Dengan keramahan penduduk dan keindahan alam yang menawan, Desa Jurang Jeru mengajarkan betapa pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan lingkungan di tengah modernisasi yang terus berkembang. (RR)
Editor : Ardhia