Kita yang Terlalu Sibuk untuk Membaca

author Ardhia

share news
share news

URL berhasil dicopy

share news
Puluhan ribu buku di Perpustakaan Shira Media yang bisa dibaca oleh masyarakat umum. (Foto: Robertus Rizky)
Puluhan ribu buku di Perpustakaan Shira Media yang bisa dibaca oleh masyarakat umum. (Foto: Robertus Rizky)

i

TUJUH PAGI -  Laki-laki itu datang dengan Jumper merah muda-nya yang mencolok. Namun, yang lebih mencolok dari Cahyo Satria sore itu bukan warnanya. Melainkan ketenangannya.

Di lantai dua kantor redaksi Shira Media, ia duduk dengan buku tebal dan secangkir kopi hitam di depannya. Meski tampak seperti toko buku, Cahyo segera menjelaskan bahwa tempat itu lebih mirip showroom atau galeri untuk Shira Media.

Cahyo Satria, pendiri dan CEO Shira Media. Shira Media adalah usaha penerbitan buku yang ia dirikan pada tahun 2008(Foto: Robertus Rizky)

Perjalanan Panjang Shira Media

Sejak 2005 Cahyo berkecimpung di dunia buku. Lalu tiga tahun kemudian, 2008, ia mendirikan rumah penerbitan kecil. Namanya Shira Media. Buku pertamanya pun terbit di tahun yang sama.

“Awalnya idealis ingin hanya menerbitkan buku-buku bagus, tapi seiring waktu harus realistis juga,” ujarnya.

Realistis yang dimaksud adalah menjual buku di Indonesia memang tidak semudah menjual kopi sachet. Bahkan jauh lebih sulit dari menjual kopi susu kekinian.

“Setiap buku punya karakteristik. Nggak bisa diperlakukan sama. Harus dipelajari dulu sebelum dijual,” katanya.

Di meja itu kami bicara banyak hal. Tentang penerbitan, minat baca, dan Yogya. Menurutnya, Yogya itu riuh. Kota dengan pembaca paling bergairah di seluruh Indonesia. Di sana toko buku indie tumbuh seperti jamur. Penerbitan berkembang. Diskusi buku masih hidup.

“Data minat baca bisa diperdebatkan. Tapi data pembelian buku, Yogya tertinggi,” ujarnya seraya mengingat-ingat.

Ia bercerita dengan semangat. Tapi tak ada yang berlebihan. Tak ada kalimat manis yang mengada-ada. Semua seperti bukunya: apa adanya.

Kopi Mengundang, Buku Tujuan Utama

Saat ini banyak tempat tongkrongan yang konsepnya sama. Ada yang memulai dari kedai kopi, lalu diperhias dengan koleksi buku. Tapi, berbeda dengan Shira media, mereka memulai dari buku, baru kemudian kopi.

“ Kalau kami kebalik: dari buku, baru kopi,” ujarnya.

Dan itu terlihat jelas di cafe kecil di showroom-nya. Tempat itu ramai. Tapi lebih banyak yang ngopi daripada yang membaca. Mungkin dilain waktu, bisa sebaliknya.

Suasana Penerbitan Shira Media yang juga sebagai galeri buku buku terbitannya. (Foto: Robertus Rizky)

“Ya, memang. Tapi itu sengaja. Kopi sebagai daya tarik. Lalu buku sebagai tujuan. Itu cara kami mendekatkan buku ke pembaca baru.”

Ada 20 ribuan judul buku yang bisa dibaca di sini. Dari yang terbitan Shira sendiri, hingga terjemahan dari Amerika Latin dan Korea. Mulai dari filsafat, sastra, spiritualitas, hingga buku anak.

Yang paling potensial? “Fiksi dan novel. Tapi kalau secara umum tetap buku agama yang paling tinggi,” katanya.

Masih dengan ketenangan dalam cara bicaranya, Cahyo menjelaskan beberapa startegi dalam memperlakukan buku-buku yang tak laku dijual. Ada pendekatan tersendiri. Dijual di pameran. Diskon besar-besaran. Lalu jika tetap tak laku, masuk program cuci gudang. Kalau masih belum habis juga, baru dikiloin. Atau di-rajang.

Cahyo menyebutnya “jalan sunyi penerbit.” Penuh idealisme, tapi harus tetap realistis. Karena di dunia buku, cinta saja tidak cukup.

“Yang penting jalan terus. Walau pelan. Walau sepi.”

Dan ia masih di situ. Dengan jumper pink-nya. Dengan buku-bukunya. Dengan kopi yang semakin dingin.

Tapi semangatnya? Masih hangat. (RD)

Berita Terbaru

Setan di Tengah Kota

Setan di Tengah Kota

Sabtu, 26 Jul 2025 07:51 WIB

Sabtu, 26 Jul 2025 07:51 WIB

TUJUHPAGI - Saya masuk. Bersama tujuh orang lain. Satu pura-pura berani. Satu lagi benar-benar penakut. Sisanya? Tidak jelas. Mungkin hanya ikut-ikutan. Atau,…

Kelas Menengah Kian Menyusut, Kesejahteraan Bangsa Ikut Surut

Kelas Menengah Kian Menyusut, Kesejahteraan Bangsa Ikut Surut

Jumat, 25 Jul 2025 22:34 WIB

Jumat, 25 Jul 2025 22:34 WIB

TUJUHPAGI - Kelas menengah Indonesia sedang turun gunung. Bukan, bukan turun untuk piknik. Tapi benar-benar turun kelas. Data BPS terbaru: jumlah kelas…

Benowo Mengeluh, Udara Tak Lagi Utuh

Benowo Mengeluh, Udara Tak Lagi Utuh

Jumat, 25 Jul 2025 06:24 WIB

Jumat, 25 Jul 2025 06:24 WIB

TUJUHPAGI - Benowo, Surabaya. Di sini, listrik menyala dari sampah. Tapi, di balik gemerlap lampu-lampu itu, ada nafas yang tersengal. Saya ingat, di masa…

Rojali: Harapan Rekreasi di Tengah Lesunya Transaksi

Rojali: Harapan Rekreasi di Tengah Lesunya Transaksi

Kamis, 24 Jul 2025 21:47 WIB

Kamis, 24 Jul 2025 21:47 WIB

TUJUHPAGI - Fenomena mal yang ramai pengunjung namun tenan sepi pembeli kini menjadi pemandangan lumrah di banyak kota besar. Di dalam toko dan tenan, para…

Suara Anak Kampung dari Gang-Gang Surabaya: Saatnya Berani Berkarya, Berani Bersuara, Perjuangkan Asa

Suara Anak Kampung dari Gang-Gang Surabaya: Saatnya Berani Berkarya, Berani Bersuara, Perjuangkan Asa

Rabu, 23 Jul 2025 19:07 WIB

Rabu, 23 Jul 2025 19:07 WIB

TUJUHPAGI - Hari itu, Minggu pagi, Surabaya belum sepenuhnya bangun. Tapi di sudut-sudut kampung, di gang-gang sempit yang kadang luput dari peta pembangunan, …

Raih Mimpi Setinggi Langit, Ciptakan Asa: Anak-anak Sanggar Merah Merdeka

Raih Mimpi Setinggi Langit, Ciptakan Asa: Anak-anak Sanggar Merah Merdeka

Minggu, 20 Jul 2025 03:38 WIB

Minggu, 20 Jul 2025 03:38 WIB

Tujuhpagi.com- Saya ingat satu kalimat dari Ki Hajar Dewantara. Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun…