Kail, Air, dan Kehidupan: Filosofi Memancing ala Gede

Reporter : Ardhia Tap
Gede saat mengikuti lomba memancing. (Sumber Foto: Istimewa)

TUJUHPAGI - Hobi memancing itu bukan sekadar melempar kail ke air. Lebih dari itu, ia adalah pelarian dari kebisingan dunia, tempat di mana jiwa bisa bernapas lega. Gede, seorang pemancing dari Surabaya, bercerita bahwa memancing baginya adalah obat penenang yang murah meriah.

“Kalau sudah di kolam pancing, udara segar, suara angin, dengar suara burung-burung tambak, semua beban hilang,” kata Gede sambil tersenyum. Dia mulai belajar memancing dari teman-teman satu perumahan saat muda. “Memancing itu mengajarkan sabar. Kadang harus berjam-jam menunggu, tapi begitu dapat ikan, rasanya semua lelah terbayar.”

Gede juga bilang, memancing bukan hanya soal menangkap ikan. “Ini soal menikmati prosesnya. Duduk santai, ngobrol dengan teman, atau sekadar menatap langit. Kadang, saya datang sendiri, untuk menyendiri dan berpikir.”

Memancing bagi Gede bukan hanya soal menangkap ikan, tapi juga soal menangkap makna kehidupan. “Kail yang dilempar ke air itu seperti harapan kita,” ujarnya pelan. “Kadang tidak langsung dapat, kadang tersangkut ranting, tapi kita harus terus mencoba dengan sabar. Hidup juga begitu, penuh liku dan ujian.”

Di setiap helaan napas di tepi sungai, Gede merasakan kedamaian yang sulit ditemukan di tempat lain. “Air terlihat begitu tenang, meskipun didalamnya kita tidak tahu apa yang terjadi. Mengajarkan saya untuk bersikap dewasa dan bisa lebih bijak seperti air. Meskipun beban kehidupan dan masalah cukup berat,” katanya.

Alat pancing yang dipakai Gede sederhana, joran bambu dan kail kecil. Tapi dia yakin, bukan alat yang menentukan, melainkan ketekunan dan cinta terhadap alam. “Kalau alat canggih tapi hati nggak tenang, ikan juga nggak mau nyangkut,” ujarnya.

Ada saat-saat ketika Gede duduk sendiri, memandang matahari terbenam di balik pepohonan, dan merasakan betapa kecilnya dirinya di tengah alam yang luas. “Memancing mengajarkan saya kerendahan hati. Kita hanya tamu di dunia ini, dan alam adalah guru terbaik yang mengajarkan kesabaran, ketulusan, dan rasa syukur.”

Kisah Gede mengingatkan kita bahwa dalam kesederhanaan memancing, tersimpan filosofi hidup yang dalam. Bahwa kesabaran bukan hanya menunggu, tapi juga belajar menerima. Bahwa ketenangan hati lahir dari kemampuan melepaskan dan menikmati proses. Dan bahwa kebahagiaan sejati sering kali datang dari hal-hal kecil yang kita anggap biasa.

Memancing, bagi Gede, adalah meditasi dalam gerak, pelajaran dalam diam, dan cinta dalam kesederhanaan. Sebuah pengingat bahwa hidup ini indah, jika kita mau melihat dan merasakannya dengan hati.

Editor : Ardhia Tap

Liputan
Berita Populer
Berita Terbaru