Ayah yang Kehilangan Alasannya Bangun Pagi  

Reporter : Romadona
Gerobak sempol itu saksi bisu: perjuangan seorang ayah, kebanggaan yang direnggut, dan cinta yang kini berdarah.

TUJUH PAGI – Di balik berita dingin tentang mutilasi sadis Tiara Angelina Saraswati, ada satu wajah yang hancur: Setiawan Darmadi.  

Bagi dunia, Tiara hanyalah angka tambahan dalam statistik kriminal. Bagi Darmadi, Tiara adalah hidupnya. Alasannya bangun setiap pagi. Alasannya bertahan, meski harus berjualan sempol di trotoar depan Masjid Agung Lamongan.  

Gerobak kayu itu sederhana, catnya mengelupas. Dari situlah lahir harapan. Dari situlah sebuah keluarga kecil melawan kerasnya hidup. Sebelum berjualan sempol, Darmadi pernah mencoba es tebu. Semua dilakukan bukan karena gengsi, melainkan demi satu tujuan: sekolah anak-anaknya.  

Tiara adalah puncak kebanggaan. Sarjana pertama dalam keluarga itu. Adiknya, Rani, masih duduk di bangku SMA. Setiap tetes keringat di depan masjid itu ditukar dengan buku, seragam, dan mimpi.  

Hingga kabar itu datang. Tiara ditemukan tak utuh di Mojokerto.  

Darmadi dan istrinya bergegas, menembus labirin duka, hanya untuk menemukan kembali anak gadisnya—meski yang tersisa tinggal potongan tubuh. Di rumah, Rani ditinggal sendiri. Remaja 16 tahun itu menanggung syok tanpa pelukan orang tua. Rumah mendadak sunyi, hanya paman dan perangkat desa yang datang berbelasungkawa.  

Gerobak sempol di depan masjid kini kosong. Pemiliknya sedang mengumpulkan serpihan jasad anak yang dibesarkannya dengan susah payah.  

“Pak Darmadi itu orangnya sederhana. Pernah jualan es tebu, lalu sempol. Demi anak-anaknya sekolah. Kami semua ikut kehilangan,” ujar Sukirno, ketua RT setempat.  

Seorang warga, sebut saja Andi, masih ingat wajah Tiara kecil.  
“Dulu waktu SD sering main ke sini, anaknya pintar dan sopan. Waktu lulus kuliah, kami bangga. Tidak menyangka akhirnya pulang dalam keadaan seperti ini,” katanya dengan mata berkaca-kaca.  

Polisi pun mengakui keluarga jarang tahu kabar Tiara.  
“Informasi keluarga soal korban ini memang minim, karena jarang berkomunikasi. Tapi itu tidak mengurangi upaya kami menuntaskan kasus ini,” jelas Kasat Reskrim Polres Mojokerto, AKP Fauzy Pratama.  

Tragedi ini bukan sekadar kejahatan. Ini tentang seorang ayah yang kehilangan alasan bangun pagi. Tentang seorang ibu yang hatinya tercabik. Tentang seorang adik yang tiba-tiba menjadi yatim batin, meski orang tuanya masih ada.  

Tiara mungkin telah pergi. Tapi di setiap bekas keringat yang menempel di kayu gerobak itu, masih ada jejak perjuangan seorang ayah. Gerobak sempol kini menjadi saksi bisu: bahwa di balik tragedi paling kejam, ada cinta yang lebih besar—cinta yang berdarah, kehilangan, dan tak akan pernah sama lagi.  

(RD)  

--

Editor : Ardhia Tap

Liputan
Berita Populer
Sabtu, 11 Okt 2025 12:43 WIB
Berita Terbaru