ARTSUBS 2025 : Ketika Surabaya Belajar Jadi Etalase Seni

Reporter : Redaksi
Foto: Dokumentasi Panitia ARTSUBS 2025

TUJUHPAGI - Surabaya sedang bersolek. Kota yang sejak lama dikenal sebagai kota dagang dengan denyut ekonomi yang tak pernah tidur, kini menampakkan wajah baru: jendela besar kesenian, khususnya seni rupa. Surabaya perlahan menjadi etalase seni rupa kontemporer terbesar di Indonesia.

Orang-orang kaya Surabaya, yang selama ini lihai berbisnis, kini mulai melirik karya seni. Tak sekadar menjadi kolektor, mereka ingin kotanya menjadi panggung. Dengan segala potensinya, Surabaya siap menjadi window display—etalase utama seni rupa Jawa Timur.

Baca juga: Bakau Kaca, Bayang Bersuara di ARTSUBS 2025

Pameran seni rupa kontemporer terbesar itu kembali digelar tahun ini: ARTSUBS 2025. Secara resmi, pameran akan berlangsung 2 Agustus hingga 7 September 2025 di Balai Pemuda Surabaya. Lebih dari 120 seniman lintas generasi terlibat, dari yang muda hingga nama-nama yang sudah menjadi arus utama.

Balai Pemuda pun disulap menjadi ruang seni bergengsi. Jika selama ini para pencinta seni harus ke Yogya untuk mencari ArtJog, kini Surabaya punya ARTSUBS.

Ini tahun kedua penyelenggaraan. Tahun lalu, target pengunjung hanya 10.000, namun yang datang mencapai 37.000 orang. Tahun ini, target dinaikkan berlipat: 50.000 hingga 60.000 pengunjung.

Optimisme itu punya dasar kuat. Surabaya berbeda. Masyarakatnya ingin tahu, ingin melihat, ingin merasakan denyut seni di kotanya sendiri.

Baca juga: Seni Menikmati Karya Seni di ARTSUBS 2025

“Surabaya sangat potensial. Masyarakatnya hingga hari ini sangat ingin tahu kesenian. Mereka siap jadi kolektor. Banyak orang kaya di Surabaya,” ujar Rambat, Direktur Utama ARTSUBS 2025.

Harga tiket masuk: seratus ribu rupiah untuk umum, lima puluh ribu untuk pelajar. Tahun lalu, 127 karya terjual. Tahun ini, menurut kurator Nirwan Dewanto, karya yang dipamerkan punya rentang harga lebar: mulai satu juta rupiah, hingga yang termahal tiga miliar rupiah.

Sikap Nirwan tegas. Ia menolak dikasihani. “Seniman tidak butuh belas kasihan,” katanya. Mereka keras kepala dengan rasa. Percaya, karya mereka bernilai tinggi. Yang dibutuhkan hanya dukungan, bukan iba.

Surabaya memang belum lama menjadi panggung seni. Tapi potensinya besar. Banyak kantong seni rupa di Jawa Timur: Jember, Banyuwangi, dan lainnya.

Kini, Surabaya berani tampil di depan. Tak sekadar memamerkan karya, ARTSUBS 2025 hadir dengan konsep yang mendidik. Membawa wacana baru. Membuka ruang diskusi soal seni rupa kontemporer.

Pemerintah? Bisa hadir di mana saja. Tak harus di depan. Bisa di belakang layar. Bisa di sisi mana pun. Yang penting, ekosistem seni tumbuh. Surabaya bergerak. Dari kota dagang, menjadi kota seni. Dari kota industri, menjadi kota budaya. Ini baru permulaan.

Editor : Ardhia Tap

Liputan
Berita Populer
Berita Terbaru