Setan di Tengah Kota

Reporter : Redaksi
Penampakan 'setan' di rumah sakit astral, di Marvell City Mall, jumat 25/7/25. (Sumber Foto : Robertus Riski)

TUJUHPAGI - Saya masuk. Bersama tujuh orang lain. Satu pura-pura berani. Satu lagi benar-benar penakut. Sisanya? Tidak jelas. Mungkin hanya ikut-ikutan. Atau, barangkali, ingin tahu siapa duluan yang lari.

Pintu rumah sakit itu terbuka. Gelap. Suster menyambut kami. Bukan suster biasa. Rambutnya panjang, sedikit acak-acakan. Suaranya pelan, seperti ada rahasia yang ingin ia bisikkan, tapi sengaja ditahan.

Kami, katanya, adalah pasien. Pasien yang tersesat. Atau, lebih tepatnya, pasien yang sengaja disesatkan.

Narasi sudah dibangun sejak langkah pertama. “Selamat datang di rumah sakit yang sudah lama ditinggalkan. Anda pasien BPJS?” bisik sang suster. Lampu-lampu redup. Suara-suara aneh datang dari balik pintu.

Saya menahan napas, menahan kamera. Tapi tak bisa memotret. Seorang teman mencengkeram jaket saya. Teman di sebelah sudah mulai pura-pura berdoa. Atau mungkin, memang sungguhan.

Kami harus mencari kunci. Katanya, supaya bisa keluar. Kunci itu entah di mana. Setiap ruangan, setiap sudut, terasa seperti jebakan. Hantu-hantu bermunculan: suster, pocong, tuyul. Kadang mereka hanya lewat. Kadang mereka menunggu di pojok, menahan tawa melihat kami saling dorong, saling teriak, tarik-menarik.

Ada momen seorang petugas keamanan rumah sakit meminta kami bersembunyi, berbaring di kasur. Ditutupi selimut. Gelap. Sunyi. Teman penakut yang memaksa berani masih menarik kuat jaket hitam saya. Ada juga yang lantang berdoa, mengusir setan. Saya hanya bisa menahan tawa—atau menahan diri untuk tidak ikut menjerit.

Tapi begitulah. Kalau datang ramai-ramai, rumah hantu bisa berubah jadi rumah tawa. Ketakutan jadi bahan olok-olok. Yang penting, jangan datang sendirian. Atau berdua. Karena, di rumah sakit ini, keberanian itu menular. Tapi ketakutan? Jauh lebih menular lagi.

Saya keluar. Napas ngos-ngosan. Tapi ada satu hal yang pasti: pengalaman ini, seperti hidup, kadang menegangkan, kadang lucu, tapi selalu layak untuk diceritakan.

Surabaya memang kota yang tak pernah kehabisan akal untuk membuat warganya berani—atau setidaknya, pura-pura berani. Kali ini, keberanian diuji bukan di jalanan, bukan di balapan liar, tapi di lorong-lorong gelap Marvell City Mall.

Pandora Box Nightmare Festival kembali hadir. Bukan sekadar festival biasa. Ada aroma mistis yang menyelinap di antara lorong-lorong Marvell City Mall, sejak 25 Juli hingga 31 Agustus 2025.

Tema tahun ini: “Dunia Astral: I See You Too.” Bukan hanya menakut-nakuti, tapi juga mengajak siapa saja yang berani, untuk mencari jasadnya sendiri di dunia lain.

Tidak mudah. Tidak semua pulang dengan cerita yang sama. Ada yang tertawa, ada yang menjerit, ada pula yang diam-diam menyesal masuk ke dalam.

“Ini lebih seru dari tahun sebelumnya. Durasi lebih lama. Tadi kita berdua, tapi digabung dengan orang lain. Jadi kami masuk berempat dan seru banget. Selain harus berperang dengan rasa takut, juga harus menyelesaikan misi agar bisa keluar dari rumah sakit astral ini,” kata Aprilia, salah satu pengunjung.

Masuk ke wahana RSUD Astamaya, tak bisa sembarangan. Hanya enam orang sekali jalan. Di balik pintu, dunia astral menunggu. Bukan hanya menakut-nakuti, tapi juga mengajak pengunjung menyelesaikan misi agar mereka yang terjebak bisa bebas keluar. Ada yang keluar tertawa, ada yang menjerit, ada pula yang diam-diam menyesal sudah masuk.

Billy, inisiator Pandora Box, bilang, saat pengunjung berada di rumah hantu, mereka akan mengalami pengalaman menyeramkan yang lebih nyata—tanpa para hantu menyentuh pengunjung.

“Kami ingin menghadirkan pengalaman horor yang berbeda. Desain wahana dan durasinya kami buat lebih panjang, lebih detail. Bukan sekadar jump scare, tapi sensasi seperti di film—diwujudkan nyata.”

Bagi yang ingin sensasi berbeda, Enigma Box menawarkan “Museum Heist.” Bukan sekadar adu nyali, tapi juga adu strategi. Tugasnya sederhana—menukar permata asli dengan imitasi, tanpa ketahuan.

“Di sini, horor bukan cuma soal takut. Tapi juga strategi dan kecerdikan.” Kata Andria, penggagas Enigma Box.

Ada Predator Land, wahana airsoftgun yang penuh adrenalin, tanpa hantu. Atau Kotakatik, puzzle dengan hadiah uang tunai sejuta rupiah bagi yang berhasil membuka peti harta karun. Game Station dan Gypsy Lounge juga siap menampung mereka yang ingin sekadar melepas penat atau mencoba ramalan tarot.

“Kami ingin Marvell City Mall bukan sekadar tempat belanja. Pandora Box ini kami harapkan jadi pusat kreativitas anak muda Surabaya. Tempat berkumpul, berkreasi, dan menyalurkan bakat,” ujar Silvia, Marketing Manager Marvell City Mall.  

Di Surabaya, keberanian dan kreativitas selalu menemukan panggungnya—bahkan di tengah gelap dan suara jeritan. Pandora Box Nightmare Festival 2025: di sini, ketakutan bukan untuk dihindari, tapi untuk dirayakan bersama. (AP/RR)

Editor : Ardhia

Liputan
Berita Populer
Berita Terbaru