Tujuhpagi.com - Kamis (1/5/2025) siang, di bawah terik matahari Surabaya, berbagai elemen masyarakat berkumpul di depan Gedung Negara Grahadi. Mereka terdiri dari buruh yang tergabung dalam Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), mahasiswa, masyarakat sipil, dan pekerja media massa dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya. Kehadiran mereka menandai semangat juang untuk menggugah kesadaran akan perlunya perubahan sosial.
Baca juga: Benowo Mengeluh, Udara Tak Lagi Utuh
Momentum Hari Buruh Internasional: Tuntutan Hak yang Belum Terpenuhi
Hari Buruh Internasional tahun ini menjadi momentum krusial untuk menuntut kembali hak-hak pekerja yang dianggap masih terbelenggu oleh berbagai kebijakan yang tidak adil. Para pekerja media massa merasakan dampak nyata dari ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang semakin mengkhawatirkan. Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris, menceritakan kondisi menyedihkan yang dialami jurnalis, mulai dari pemotongan upah sepihak hingga PHK yang tidak sesuai aturan.
Andre Yuris dari AJI Surabaya: Memperjuangkan Hak Jurnalis yang Dipotong Upah atau Di-PHK. (Foto: Robertus Risky)
"Saat ini banyak jurnalis mengalami pemotongan upah sepihak, diupah tidak layak, bahkan di-PHK. Sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan haknya sesuai aturan yang berlaku," ungkap Andre.
Tuntutan Pencabutan Omnibus Law dan UU TNI
Di tengah gemuruh aksi, tuntutan untuk mencabut Omnibus Law dan UU TNI pun menggema, disertai 22 tuntutan lainnya. Melvin Hermawan, Wakil Ketua BEM Unair, menekankan pentingnya solidaritas dalam memperjuangkan hak buruh, yang menjadi simbol perlawanan pada hari bersejarah ini.
"Kami di sini membawakan tuntutan, untuk membersamai para bapak dan ibu buruh di hari yang sakral ini, sebagai simbol perlawanan. Menuntut hak-hak para buruh," kata Melvin Hermawan.
Kritik terhadap Pemerintah Jawa Timur
Aksi May Day juga menyoroti banyaknya upaya PHK di berbagai sektor yang tidak diiringi pemenuhan hak-hak pekerja yang adil. Anthony Matondang, Humas Aliansi Masyarakat Sipil Surabaya, mengkritik tindakan pemerintah Jawa Timur yang dianggap membiarkan pelanggaran terhadap pekerja tanpa penyelesaian yang memadai.
"Makanya kami di sini melawan pemerintah, khususnya di Jawa Timur, karena banyak pelanggaran dan PHK sepihak yang terjadi dan pembiaran, kasusnya mangkrak," ujar Anthony Matondang, Humas KASBI Jatim.
May Day sebagai Simbol Perlawanan
May Day menjadi pengingat dan simbol perlawanan terhadap rezim yang dianggap menindas, dengan harapan dapat membebaskan pekerja dari belenggu ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa maupun pengusaha, serta mengembalikan hak-hak pekerja menuju tatanan yang lebih adil. (RR)
Editor : Ardhia